Rabu, 19 November 2008

ANALISIS KRITIS

TENTANG

MATEMATIKA SEBAGAI ILMU DEDUKTIF

1. Pengantar

Nama ilmu- ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasarkan atas pengalaman seperti halnya yang terdapat didalam ilmu ilmu empirik , melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran). Bagaimana orang dapat secara tepat mengetahui ciri-ciri deduksi , merupakan satu masalah pokok yang dihadapi oleh filsafat ilmu. Dewasa ini pendirian yang paling banyak dianut orang mengatakan bahwa deduksi ialah penalaran yang sesuai dengan hukum-hukum serta aturan aturan logika formal, dalam hal ini orang menganggap tidaklah mungkin titik-titik tolak yang benar menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak benar.

Ilmu-ilmu deduktif ialah ilmu-ilmu matematika. Dalam hal ini sesungguhnya dalil-dalil tidaklah dibuktikan kebenarannya melalui penyelidikan empirik, melainkan melalui penjabaran dalil-dalil yang sudah diperoleh sebelumnya. Dan yang terakhir ini pada gilirannya adalah dibuktikan dari dalil-dalil yang sudah ada sebelumnya, dan begitu seterusnya. Dalil-dalil matematika dibuktikan kebenarannya berdasarkan atas dalil-dalil yang lain, dan bukannya berdasarkan pengamatan. Kiranya jelas bahwa secara demikian orang tidak akan dapat bertanya-tanya terus menerus secara tidak terbatas. Sudah pasti pada suatu saat tertentu orang harus memulai dengan dalil-dalil yang diterima kebenarannya tanpa bukti, yaitu aksioma-aksioma atau postulat-postulat.

2.konsep penalaran deduktif

Ada masalah- masalah matematika yang erat hubungannya dengan aksioma dan postulat. Ada perbedaan yang mendasar secara metodologik antara ilmu-ilmu deduktif dengan ilmu-ilmu non deduktif(ilmu induktif). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dalam hal ini terdapat pula perbedaan mengenai obyek yang dibicarakan oleh kedua ilmu tersebut.

Dalam pandangan pertama matematika membicarakan bilangan-bilangan ,bangu-bangun geometrik, fungsi-fungsi ( domain dan kodamain) dan sebagainya. Tetapi jenis hal apakah sesungguhnya bilanga-bilangan dan sebagainya itu?. Dalam arti yang bagiamanakah orang dapat mengatakan bahwa hal-hal tersebut ada jika tidak melekat sepenuhnya pada bahan-bahan empirik tertentu dan bagaimanakah orang dapat mengenalnya?.

Kiranya cukup jelas bahwa masalah-masalah kefilsafatan mengenai matematika dipengaruhi oleh matematika itu sendiri. Dan perkembangan ini memang benar-benar menunjukkan perubahan-perubahan yang mendalam.Juga matematik pada awal mulanya merupakan ilmu empirik yang didasarkan atas diajukaknnya pertanyaan-pertanyaan yang kongkrit mengenai hitung menghitung, ukur mengukur, timbang menimbang dsb.tetapi sudah semenjak jaman yunani kuno matematika diusahakan ilmu deduktif.Jika kita mempelajari buku Euclid yang berjudu “Unsur-unsur” yang terbit kurang lebih tahun 300SM, tampaklah dengan jelas betapa sudah modernnya ilmu ukur pada waktu itu.Sudah barang tentu keketatan pembuktian serta perumusannya belumlah sempurna. Namun lama juga waktu yang harus dilalui yakni sampai masuk abad ke 19M, sebelum terjadi perbaikan perbaikan yang hakiki.

Sementara itu, isi matematika yang sejak dahulu sudah terdapat dalam beberapa hal,diperluas hal ini menyangkut hitungan tidak berhingga yang dikembangkan oleh Newton dan Leibniz pada abad ke 17M.Untuk sebagaian besar hal ini terjadi berdasarkan atas kebutuhan-kebutuhan yang dihadapi ilmu alam, dan juga dalam hal ini metode-metode pembuktian yang semula, tidak lagi memadai ditinjau dari sudut pandangan modern . Yang demikian ini juga berlaku bagi hitungan probabilitas.

Perkembangan sejak awal abad ke 19 M bersifat mengebu-gebu .pada masa ini muncullah ilmu ukur non euclidien dan teori ilmu ukur lain yang bersifat penyimpangan timbul untuk pertama kalinya atau dikembangkan lebih lanjut(ilmu ukur proyeksi;topologi).Aljabar mengalami perubahan secara besar-besaran dengan dimasukkannya bidang-bidang baru yang banyak jumlahnya.Sejalan dengan itu terjadilah perbaikan perbaikan mengenai metode-metode pembuktian,teori-teori lama seperti aritmatika mengenai bilangan bilangan alami dibahas kembali dan diperbaiki dasar-dasarnya. Akibatnya ialah kita tidak dapat semata-mata berbicara mengenai terjadinya cabang-cabang baru. Disamping itu timbul kecenderungan kearah penyatuan(unification). Bidang-bidang yang sejak dahulu terpisah seperti aljabar dan ilmu ukur,kadang-kadang ternyata dapat ditangani dengan cara-cara kerja yang saling berkaitan, penyelidikan azas-azas menimbulkan terbentuknya ajaran himpunan yang ternyata penting sekali bagi matematika secara keseluruhan.

Apa yang diuraikan diatas itulah yang dimaksud bila matematika sebagai matematika abstrak. Hal-hal tersebut masih sedikit sekali yang merembes sampai ke matematika sekolah “ .Namun hendaknya diingat bahwa filsafat modern mengenai matematika senantiasa tertuju kepada matematika modern yang bersifat abstrak.

3. Fakta yang muncul dalam penalaran deduktif

a.) Ada suatau cara yang lebih simpel untuk memudahkan penalaran deduktif , misalnya cara membuktikan bahwa 180 derajat merupakan jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah dengan menggunakan penalaran deduktif yang proses pembuktiannya melibatkan teori atau rumus matematika yang lain yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga , yaitu “ Jika dua garis sejajar dipotong garis lain, maka sudut-sudut dalam berseberangannya adalah sama “ Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya dua garis sejajar yang dipotong oleh dua garis yang salah satu garis dipotong oleh dua garis yang saling berpotongan.. Penalarang deduktif, suatu rumus , teorema , atau dalil tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga telah dibuktikan dengan menggunakan atau melibatkan teori maupun rumus matematika sebelumnya yang sudah dibuktikan sebelumnya secara deduktif.

Dalam pandangan matematika “ benar “ atau “nalar “ berarti “ konsisten “ dan juga menunjukkan bahwa bangunan matematika telah disusun dengan dasar pondasi berupa kumpulan pengertian pangkal (unsur pangkal dan relasi pangkal ) dan kumpulan sifat pangkal ( aksioma ). Aksioma atau sifat pangkal adalah semacam dalil yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan namun sangat menentukan, karena sifat pangkal inilah yang akan menjadi dasar untuk membuktikan dalil atau teorema matematika selanjutnya.

Depdiknas (2002: 6) menyatakan bahwa “ unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya “.Disamping itu , pengertian –pengertian matematika secara berantai didefinisikan dari pengertian sebelumnya. Sebagaimana aksioma yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya karena akan menjadi dasar pembuktian dalil atau sifat berikutnya, oleh karena itu pengertian pangkal tidak didefinisikan karena akan menjadi dasar pendefinisian pengertian atau konsep matematika selanjutnya.Hal ini sejalan dengan pendapat Jacobs ( 1982: 32) menyatakan bahwa “ deductive reasoning is a method of drawing consclusion from facts that we accept as true by using logic “ artinya penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika.

Sekali lagi , bangunan pengetahuan matematika didasarkan pada deduksi semata-mata kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi. Suatu hal yang banyak sudah jelas benarpun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah yang benar secara dedutif. Karena itulah bangunan matematika dikenal sebagau mata pelajaran yang dikembangkan secara deduktif – aksiomatis atau sistem aksiomatik.

b.) Aksioma mengenai garis sejajar yang dapat dirumuskan sebagai berikut ( perumusan yang dilakukan oleh euclides berbeda tetapi setara dengan perumusan ini) : “Melalui titik P diluar garis lurus k terdapat satu garis lurus m yang sama-sama terletak dalam satu bidang dengan k dan tidak memotong k “ .

P m

k

Pada gilirannya kebenaran tadi didasarkan atas syarat yang diajukan oleh Aristoteles bagi azas-azas pertama sebuah ilmu. Menurut pendapatnya dan orang lain, kebenaran aksioma harusnya bersifat gamblang atau jelas seperti pembuktian kesejajaran dua buah garis atau lebih, apabila menggunakan pembuktian kontradiksi maka akan menemui kegagalan pada saat penyimpulan maka aksioma dianggap tidak benar. Hal ini karena kesalahan dalam mengambil cara pembuktian.

4. Pertanyaan pengembangan penalaran deduktif matematika

Ada beberapa masalah matematika yang dalam pembenarannya tidak bisa dengan pembuktian deduktif yaitu dengan pembuktian non deduktif ( penalaran induktif) atau kadang dapat dibuktikan dengan dua pendekatan yaitu pembuktian deduktif maupun dengan pembuktian induktif. Inilah fakta yang dapat dimunculkan pada beberapa topik tertentu. Misalnya untuk menjawab pertanyaan berikut :

“ Tunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800

Untuk menunjukkan tentang kebenaran pernyataan tersebut selain dengan pembuktian deduktif juga dapat dengan menggukan pembuktian induktif caranya :

  1. Membuat model segitiga sembarang dari kertas.
  2. Menggunting sudut sudut segitiga tersebut.
  3. Mengimpitkannya satu-persatu dari masing masing segitiga tersebut.

Dari setiap kelompok siswa yang melakukan dengan benar , maka dari 3 segitiga tersebut masing-masing akan membentuk sudut 1800. Beberapa kasus ini dapat dibuktikan dengan mencoba beberapa kali maka tetap hasilnya sama. Dengan demikian jelaslah bahwa induksi merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum( general ) berdasarkan beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar adanya. Sehingga pembuktian induksi dapat diterima dalam matematika.

Dari hal diatas, sekali lagi bangunan pengetahuan matematika didasarkan pada deduksi semata-mata,kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar dan ditunjukkan kebenarannya melalui langkah-langkah yang benar melalui deduktif. Sedangkan penalaran induktif adalah suatu penalaran budi ,dimana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar untuk kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus yang serupa dengan yang tersebut tadi untuk hal-hal tertentu.

5. Refleksi diri

Sudah dibahas diatas bahwa penalaran deduktif dengan berbagai contoh dalam topik di matematika dan mendapat dukungan dari beberapa ahli filsafat seperti aristoteles,dsb. Ternyata ada fakta-fakta di matematika yang dapat dibuktikan dengan penalaran induktif yang menurut buku pada judul makalah ini hanya menganggap matematika sebagai ilmu-deduktif.

Contoh yang mudah difahami dengan gamblang baik penalaran deduktif maupun penalaran induktif, yaitu :

1. Nurul Kasfita mati, Masye W meninggal,Abu Bakar tewas, ….,Marwan meninggal,jadi semua manusia akan mati.ini adalah penalaran induktif.

2. Semua manusia akan mati dan Nurul Kasfita manusia , jadi Nurul pada suatu saat akan mati. Ini adalah penalaran deduksi.

Proses penalaran induktif menjadi sangat penting apabila bergelut di ilmu pengetahuan empirik seperti IPA, bahkan tidak akan berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum namun pada sisi lainnya hasil yang didapat dari induksi tersebut masih berpeluang untuk menjadi salah seperti pendapat “makhluk hidup berasal dari makhluk tak hidup “ .Tetapi sebaliknya pada deduksi yang valid kesimpulan yang didapat tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar, inilah kelebihan dari penalaran deduktif khususnya pada matematika.( by.ZAINUDIN RIFAI TP.UNMUL 2008)


DAFTAR PUSTAKA

Soemargono,Soejono.Drs. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta : PT.Tiara WacanaYogya, 1997

Tim PPPG Matematika, Materi pembinaan di daerah matematika SMA , Depdiknas,Dirjen Dikdasmen : Yogyakarta, 2004

Tidak ada komentar: